Selasa, 22 Oktober 2019

Inilah Sebab Prabowo Mau Jadi Menteri Jokowi

(sumber gambar: copyblogger.com)

Nama Prabowo Subianto tak bisa dilepaskan dari dinamika perpolitikan Indonesia sejak dua dekade terakhir. Mendekati lahirnya reformasi 1998, Prabowo menjadi perbincangan publik dan selalu dikaitkan dengan kasus penculikan aktivis. Setelahnya, ia cukup lama menepi dari publikasi karena memilih hijrah ke Yordania. Negara yang beribu kota di Amman itu dipilih karena secara personal ia dekat dengan Raja Abdullah II.
Prabowo muncul kembali di warsa 2004. Saat itu, ia memilih jalur konvensi Partai Golkar sebagai pijakan pertama terjun ke politik praktis. Proyek Golkar mencari capres itu diikuti Akbar Tandjung, Wiranto, Surya Paloh, Aburizal Bakrie, dan Prabowo. Ringkasnya, Wiranto keluar sebagai jawara dan mewakili Golkar dalam pilpres 2004 dengan pendamping KH. Sholahuddin Wahid, adik kandung Gus Dur. Prabowo belum berhasil dalam percobaan pertamanya.
Tak cukup puas meminjam kendaraan, Prabowo pada 2008 mendirikan partai sendiri. Enggan ambil tempo terlalu lama, pemilu 2009 menjadi awal kiprah Gerindra. Ternyata partai anyar ini bisa dapatkan 26 kursi di DPR dengan persentase suara 4,5%. Debut yang cukup menggetarkan.
Pemilu 2009 Prabowo bersedia mendampingi Megawati sebagai cawapres. Sekali lagi, ia belum terpilih. SBY sebagai petahana masih terlalu kuat untuk dijungkalkan.
***
Rupanya Prabowo sangat persisten untuk bertarung di kontestasi lima tahunan. Pemilu 2014, dimana Gerindra melejit ke posisi tiga besar pemenang pemilu legislatif, Prabowo nyapres lagi. Kali ini bersama besan Pak SBY, Hatta Radjasa.
Di pilpres 2014, putra ketiga begawan ekonomi Sumitro Djojohadikusumo itu bertarung head-to-head melawan rising star sekaligus media darling bernama Jokowi, yang berduet dengan pengusaha cum politisi Jusuf Kalla. Dan terjadi lagi, Prabowo menelan pil pahit kekalahan.
Belum marem, Prabowo ikut pilpres lagi di 2019. Jokowi sebagai juara bertahan tak mau menyerah.
Berarti, jika dihitung sejak 2009 saat pertama kali mencoba peruntungan di konvensi Golkar, Prabowo telah berjuang menjadi presiden sebanyak empat kali. Banyak juga.
***
Sehari pasca pelantikan presiden dan wakil presiden periode 2019 s.d. 2024, publik dikejutkan dengan kehadiran Prabowo di istana. Karena sejak pagi para tokoh yang ditengarai akan ditunjuk sebagai menteri telah seliweran, otomatis publik pun menerka-nerka.
Saat Prabowo keluar, kontan saja wartawan merubung. Langsung ke poin, betul ia akan membantu presiden di bidang pertahanan. Meski secara definitif belum diketahui akan diberi posisi apa, publik kadung memiliki konklusi ia akan menjadi menteri.
Memang, kabar Prabowo akan menjadi menteri santer terdengar sekitar satu mingguan terakhir. Kabar yang belum jelas juntrungannya itu menghiasi pembicaraan di media sosial. Diramaikan pula oleh hipotesis para analis.
Nama Prabowo kembali menjadi atensi. Ia belum lindap, ribuan ujaran masih diarahkan padanya. Bagi para pembenci, keputusan Prabowo masuk pemerintahan dan hampir pasti menjadi menteri, makin menambah legitimasi, Prabowo adalah sosok haus kuasa. Ditambah keheranan, kok mau-maunya cuma jadi menteri, setelah sebelumnya ngotot –sampai empat kali— kepingin jadi presiden RI.
***
Bila dilihat dari sudut pandang kelam, keputusan Prabowo menerima tawaran Jokowi dapat dengan mudah diwakili dengan kata ambisius. Ia bukan idealis yang kokoh bertahan pada keputusan semula. Jika belum berhasil menggapai posisi impian, tinggal berjuang kembali atau berhenti. Lha ini malah turunkan standar. Yang penting jadi.
Karena saya dididik untuk pandai mengambil sisi terang dari segelap apapun keadaan, bagi saya, keputusan Prabowo tetap ada baiknya. Saya justru berpendapat, ayah Didit Hediprasetyo itu sosok patriot yang cintanya demikian agung pada Indonesia.
Tentu pendapat saya itu memiliki dasar. Kita pasti tak lupa Prabowo lahir dari institusi militer. Pangkat terakhirnya adalah jenderal bintang tiga. Ia pernah duduk sebagai Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus, sebuah jabatan prestisius di matra darat TNI.
Seseorang yang memilih berkarier di militer, lekat dengan cita-cita luhur membela dan mempertahankan kedaulatan negara. Ditunjang pula dengan gigihnya usaha untuk mengikuti pilpres sampai beberapa kali, semakin bulat pula kesimpulan saya, Prabowo adalah seorang yang cinta matinya bernama Indonesia.
Jika memang benar ia ditunjuk sebagai menteri di kabinet Jokowi, sebenarnya bukanlah sesuatu yang haram. Itu hak prerogatif presiden yang pasti telah melalui beragam variabel pertimbangan. Memang, dalam peta politik nasional itu menjadi fenomena yang tidak lazim, sehingga wajar memunculkan prasangka ada deal apa di baliknya.
Tapi jangan lupakan, lawan politik yang kemudian dirangkul bahkan masuk ke pemerintahan bukan hal baru lagi tabu. Bill Clinton, presiden Amerika Serikat dari Partai Demokrat pernah menunjuk politisi Partai Republik William Cohen sebagai menteri pertahanan. Obama, juga dari Demokrat, telah dua kali memilih menteri pertahanan dari Partai Republik yaitu Robert Gates dan Chuck Hagel.
Jadi, sekarang tugas kita hanya menanti pembuktian cinta Prabowo. Kita tunggu, ia sosok yang setia atau akan bermain mata.

4 komentar: