Minggu, 24 Maret 2013

Trik Sederhana Menjadi Komunikator Yang Baik

(sumber gambar: lifehack.org)
Komunikasi adalah salah satu kegiatan inti manusia. Komunikasi sungguh sama sekali tak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Fitrah manusia sebagai makhluk hidup yang hidup secara komunal dan makhluk sosial, mau tak mau harus menghelat interaksi diantara mereka. Interaksi adalah komunikasi itu sendiri. Mereka dua sisi mata uang yang tak bisa saling dipisahkan satu dengan lainnya.
Komunikasi adalah suatu usaha untuk menyamakan persepsi diantara dua pihak. Proyek komunikasi yang baik menghasilkan kesepahaman diantara dua pihak yang mengadakan interaksi. Maksud komunikator (penyampai pesan) yang menyampaikan tentang A, ditangkap juga sebagai A oleh komunikan (penerima pesan), itulah titik dimana komunikasi disebut sukses.
Kegiatan komunikasi menghabiskan mayoritas waktu hidup manusia. Jelas, komunikasi merupakan suatu hal yang sangat tinggi tingkat kepentingannya. Namun dalam praktiknya, walaupun komunikasi merupakan rutinitas sehari-hari dan sepanjang hidup, masih saja terjadi kegagalan dalam prosesnya. Kegagalan ini disebabkan adanya noise atau gangguan yang menyebabkan kegagalan proses transfer pesan/informasi dari komunikator ke komunikan. Di tulisan ini tidak akan dibahas tentang hal-hal yang berpotensi menjadi gangguan dalam proses komunikasi. Tulisan ini akan berusaha menampilkan trik sederhana untuk menjadi komunikator yang baik atau dengan kata lain teknik bagaimana mengurangi noise sehingga mampu untuk meminimalkan kegagalan dalam berkomunikasi. Mari kita simak. Monggo...
***
1.    Posisikan diri sebagai pendengar yang bijak dan cerdas
Adanya ungkapan “mendengarlah maka kau akan mampu berbicara” pas dan korelatif dengan konteks bahasan pada poin 1 di atas. Untuk menjadi komunikator yang baik sehingga sukses dalam mengkomunikasikan sesuatu, maka kita harus menjadi pendengar yang baik. Jangan pernah sepelekan kegiatan mendengar.
Mendengar adalah pintu sumber informasi. Dari mendengar kita akan mampu menyaring berbagai hal yang masuk ke reseptor yang ada diri kita. Itu akan menjadi input yang berarti dan berguna bagi diri kita untuk memproduksi feedback atau respon selanjutnya. Dengan mendengar secara bijak, besar kemungkinan kita akan mampu mengkomunikasikan sesuatu dengan baik. Mendengar menjadi dasar utama bagi kita sebelum “berbicara” mengenai sesuatu. Karena pentingnya proses “mendengar” ini, perusahaan asuransi kaliber internasional sampai menjadikannya tagline, “Always Listening, Always Understanding”. Ya to? Toooooooo...
Dari mendengar, kita akan mengerti. Mendengar bukan berarti kita pasif dan hanya menjadi pendengar setia yang enggak ngapa-ngapain, diam mematung dan berekspresi dingin. Tetaplah menjadi pendengar yang antusias dan waspada. Mendengarkan di sini adalah mendengarkan secara selektif. Pilah dan pilih informasi yang sesuai dengan kebutuhan kita. Sarikan informasi yang datang ke kita. Korelasikan dengan kepentingan dan kemauan kita.
Secara attitude, mendengarkan yang baik adalah mendengar dengan konsentrasi penuh, jangan memotong dengan terburu-buru dan berikan respon seperlunya. Dengan taat pada prinsip mendengarkan secara efektif, pada tahap selanjutnya ketika kawan sekalian mendapat “giliran” untuk berbicara, niscaya akan mampu memberikan umpan balik yang pas dan memuaskan lawan bicara kita. Pesan tersampaikan dengan baik. Tercipta kesepahaman. Kita pun di saat itu, pada titik itu telah sukses menjadi komunikator yang baik.
2.  Kuatkan dengan ekspresi non-verbal
Pada dasarnya, terdapat dua bentuk pesan yang digunakan dalam komunikasi yaitu pesan verbal dan non-verbal. Pesan verbal adalah pesan dalam bentuk lisan dan tulisan. Sedangkan, pesan non-verbal adalah pesan yang disampaikan dengan cara selain lisan dan tulisan. Baik itu berupa ekspresi wajah, penampilan, kedipan mata, sentuhan, elusan, jarak, gerak tubuh dan lain sebagainya.
Nah, agar kita menjadi komunikator yang baik maka kita harus mengaplikasikan pesan-pesan non-verbal. Agar sukses menjadi komunikator, maka yang harus kita perhatikan adalah:
Penampilan Fisik
Penampilan fisik di sini mencakup tata busana dan dandanan. Penampilan fisik di sini tidak harus tampan atau cantik, tidak harus berpakaian resmi dan mahal. Namun, berpenampilanlah sesuai dengan dimana kita berada, sesuai dengan konteks situasi dan tempat. Berpakaian secara pantas dan bersih.
Dari sana akan terbentuk kesan yang baik. Di budaya Jawa terdapat ungkapan bijak: “Ajining Raga Saka Busana”. Artinya, harga diri kita berasal dari busana atau penampilan kita. Dengan berpenampilan baik, lawan bicara kita akan respect dan betah berbincang dengan kita. Kembali lagi, saking pentingnya first impression, hal itu dijadikan tagline produk parfum tersohor. “Kesan Pertama Begitu Menggoda, Selanjutnya Karepmu Dhewe..” #okeskip
Ekspresi Wajah Yang Tepat
Ekspresi wajah sangat dibutuhkan dalam penyampaian pesan. Tentu kawan pembaca pernah mengikuti suatu forum atau berbincang dengan seseorang yang memiliki ekspresi muka yang datar. Bahkan tanpa ekspresi. Kita sebagai pendengar cenderung akan bosan dan jengah dengan pembicara yang seperti itu. Pendengar akan lebih tertarik pada komunikator yang ekspresif, yakni komunikator yang pandai memainkan emosi pendengar dengan bekal perubahan pada mimik mukanya sesuai dengan kalimat-kalimat pesan yang keluar dari mulutnya.
Pendengar akan lebih nyaman dan tertarik dengan pembicara yang memiliki dinamika ekspresi wajah yang terlihat jelas. Ekspresi wajah yang baik ketika berbicara adalah sesuai dengan pesan yang disampaikan. Kabar gembira sampaikanlah dengan wajah penuh binar. Berita duka cita utarakanlah dengan wajah sendu.
Ekspresi wajah adalah pesan non-verbal yang akan dengan sangat mudah tertangkap oleh komunikan. Ekspresi wajah merupakan gabungan dari berbagai gerak organ yang ada di wajah. Tercakup sorot mata, gerak bola mata, gerak bibir, kerutan dahi, gerak alis dan lain sebagainya. Semua itu mewakili berbagai macam ekspresi wajah kita. Keseriusan, empati dan sifat pesan dapat terlihat dari ekspresi wajah. Kondisikan dan kendalikan itu semua sesuai konteks isi informasi dan pesan. Orator ulung tahu persis tentang hal ini. Coba bandingkan, kawan pembaca akan lebih tertarik pada pidato Bung Karno atau Pak Harto? Ini terkait dengan ekspresi beliau berdua. Lihat bagaimana ekspresi Bung Karno ketika berpidato di lapangan IKADA (sekarang lapangan Monas) dengan kata-kata: “IKI DADAKU, ENDI DADAMU??!!”
Kontak Mata
Penting sekali menjaga kontak mata dalam berkomunikasi. Tetaplah kontak mata kita berada pada fokus objek lawan bicara kita. Jangan jelalatan. Jangan memalingkan wajah. Jangan menunduk. Jangan sibuk dengan objek lain, garuk-garuk bekas panu misalnya (hiyeeeek..). Dengan menjaga kontak mata, lawan bicara akan merasa dihargai dan diakui eksistensinya. Jaga kontak mata bukan berarti kita harus memelototi lawan bicara kita dan “menelanjanginya” dengan pandangan dari ujung wedges sampai ujung jepit rambutnya. Namun jaga kontak mata berarti tetaplah berkonsentrasi secara pas, tidak berlebihan, pun tidak cuek sekali sampai lawan bicara kita merasa dianggap sebagai semak-semak atau tanaman perdu.
Posisi badan
Dalam menjaga minat lawan bicara, kita sebagai komunikator harus memperhatikan posisi berdiri dan duduk kita. Bentuk antusiasme yang baik ketika berbicara adalah posisi agak memajukan tubuh kita ke lawan bicara. Dari ekspresi non-verbal itu, lawan bicara akan menangkap kesan bahwa kita benar-benar menyerahkan konsentrasi dan perhatian kita kepadanya. Otomatis, ia akan membalas dengan perhatian yang sama baiknya pula. Namun, khusus untuk para wanita, berhati-hatilah untuk mengaplikasikan teknik ini. Sesuaikan dengan baik dan jangan sampai yang tertangkap justru kesan “naughty” karena seolah dengan duduk/berdiri seperti itu, panjenengan dianggap sedang berkata “Nyooooh, Mas..”. Lho ini serius lho... (iya yan iya..)
Disarankan pula, kita sebagai komunikator sebaiknya benar-benar mengarahkan posisi tubuh kita sepenuhnya kepada lawan bicara kita. Tidak membelakangi lawan bicara, tidak hanya menolehkan leher dan memutar pinggang sedikit ke arah lawan bicara, namun benar-benar posisi tubuh kita mengarah kepada lawan bicara. Selain keperluan teknis kelancaran transfer pesan, posisi tubuh seperti itu juga tentang tata krama dan kesopansantunan. Kemudian, posisi tubuh yang tidak disarankan adalah melipat tangan di atas dada atau perut kita (bersedekap). Posisi bersedekap identik dengan sikap defensif. Bahkan cenderung tertangkap kesan angkuh. Selain itu, sebisa mungkin hindari memasukkan tangan di saku celana. Pada beberapa kasus, bahasa tubuh itu mewakili ekspresi salah tingkah dan canggung.
Idealnya, tangan kita tetap tampil seperti biasa. Sewajarnya. Bisa pula menjadi media penekanan misalnya menggerak-gerakkannya seperti tangan Bung Karno tatkala berpidato atau Tukul ketika ber-eaaaa... eaaaaa... eaaaaaa..
Jadi, sifat dari ekspresi non-verbal yang telah dijabarkan di atas adalah memperkuat kesan dan citra kita sebagai pembicara. Hal tersebut sangat penting untuk diperhatikan dalam berkomunikasi. Walau, tetap yang terpenting adalah substansi pesan yang kita sampaikan. Komunikator yang baik tentu bisa menyajikan pesan sesuai dengan harapan komunikannya. Baik komunikan tunggal maupun jamak. Baik komunikan yang homogen atau heterogen.
3.   Sesuaikan isi pesan dengan konteks tempat dan komunikan
Penting, penting sekali untuk menyesuaikan isi pesan yang kita sampaikan ketika berkomunikasi. Ketika kita berkomunikasi di forum petani dan nelayan, tentu akan berbeda dengan ketika kita berkomunikasi di forum yang diikuti oleh para dosen.
(Sebenarnya syedih juga memberikan contoh kasus dengan “petani dan nelayan” untuk contoh yang berkonotasi negatif. Kita sebagai negara maritim dan agraris belum berhasil untuk menaikkan taraf hidup petani dan nelayan. Justru mereka mendapat stereotype dan menjadi representasi masyarakat yang selalu tersubordinasi dan tak berdaya secara politik dan ekonomi. Ah sudahlah. Oke lanjut..)
Dengan asumsi petani (atau nelayan) berpendidikan rendah dan kurang ter-eksposure oleh pengetahuan dan media massa, maka janganlah kita menggunakan bahasa-bahasa ilmiah dan bahasa teknis/asing ketika berbicara kepada mereka. Misalnya:
Panen kita tahun ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Walaupun kita harus bersaing dengan korporasi-korporasi besar dan kartel asing, kita tetap mampu survive. Walaupun harga gabah senantiasa fluktuatif, kita harus tetap fight untuk menerjang segala barrier di depan mata kita.”
Dengan bahasa teknis dan asing seperti di atas, artinya kita sebagai komunikator tidak mampu mengkondisikan isi pesan dan teknis penyampaian pesan dengan komunikan kita. Komunikator yang seperti itu adalah komunikator yang tidak bijak. Walaupun ia menguasai dan tahu persis pesan apa yang ia ucap dan kirimkan, namun itu sebaiknya tidak dilakukan. Kesepahaman sulit tercapai. Komunikasi tak sukses. Komunikan pun nggerundel“Ngomong uopo to Pakdhe?”
Kosakata dan istilah-istilah yang digunakan untuk menyampaikan pesan wajib disesuaikan dengan konteks waktu, tempat dan khalayak penerima pesan. Bahasa teknis dan asing silakan kawan sekalian keluarkan dan pamerkan ketika misalnya sedang berbicara dalam pertemuan dengan komunikan yang sekiranya paham dan mengerti definisinya. Apalah gunanya keren-kerenan jika pesan yang kau sampaikan tak dimengerti. Yo ra?
4.  Jangan takut berbicara
Komunikator adalah pembicara. Tentu ia harus berani untuk mengeluarkan pendapat dengan berbicara. Banyak orang yang takut berbicara karena cemas akan salah dan disalahkan. Benar atau salah belakangan, yang penting berbicara dulu. Kemunculan nervous di awal-awal ketika pertama kali berbicara, terutama di muka umum, wajar sekali. Jika terus menerus dibiasakan, itu akan hilang dengan sendirinya.
Yang perlu untuk diketahui, pembicara di tengah suatu komunitas pasti akan mendapat lebih banyak perhatian daripada mereka yang hanya diam saja (tapi bukan berarti yang mendengar pasti tidak berkualitas). Pembicara pun tak jarang mendapat citra sebagai sosok yang lebih berpengetahuan daripada yang lebih sering diam. Itu sudah mindset manusia kebanyakan. Orang yang lebih banyak berbicara pada suatu kumpulan, apalagi ditunjang dengan cara penyampaian yang enak dan penuh antusiasme, pasti akan tampak menonjol dibandingkan yang lain.
Bagaimana dengan peribahasa “diam itu emas”? Ya, ungkapan bijak itu berlaku ketika kita tak menguasai apa yang kita katakan. Daripada kita berbicara tanpa dukungan data dan fakta yang memadai, lebih beralasan rasanya jika kita membisu saja. Pada situasi seperti itulah cakupan untuk peribahasa itu. Jangan jadikan peribahasa itu dalih untuk kita tak speak up.
5.   Intonasi
Intonasi adalah pola turun naiknya nada yang menyertai ujaran. Intonasi erat kaitannya dengan penekanan pada kata yang diucapkan. Intonasi yang diberikan pada kata yang diucapkan sekali lagi terkait dengan penekanan, dan penekanan adalah semacam indikator bagi para pendengar untuk menilai tingkat kepentingan kata per kata yang termaktub dalam kalimat-kalimat pesan.
Intonasi sangat penting diaplikasikan dalam penyampaian pesan. Selain mengacu pada sifat kepentingannya, juga terkait dengan estetika penyampaiannya. Intonasi terkait keindahan dalam penyampaian pesan. Seperti tanpa ekspresi wajah, pesan yang disampaikan tanpa intonasi akan membuat pesan menjadi tidak menarik untuk didengarkan dan disaksikan. Pembicara yang menyampaikan dengan nada datar tanpa fluktuasi nada akan mudah kehilangan perhatian pendengar dan pemirsanya.
Pengemasan pesan sangatlah penting. Pesan yang penting akan menjadi tidak menarik karena cara pengemasannya. Intonasi yang termasuk unsur penting dalam cara mengemas pesan harus diperhatikan. Lihat bagaimana Jeremy Teti dan Feni Rose memberikan penekanan kata sewaktu membacakan naskah berita dan acara. Terlepas dari ke-lebay-annya, namun ia telah menarik perhatian pemirsa dengan kekhasannya. Mereka telah memiliki trade mark masing-masing dan itu ada di intonasi dalam pengucapan kata. Pfffft..
Pemirrrrrsa, kemarrrin telah terjadi pencyurrrian di Khulon Prrrrogo dan khoorrrrban mengalami kerrrrugian errratusan jyuta. Salam SCTVeeee... Bochyooor!
***
Lima poin tentang trik sederhana untuk menjadi komunikator yang baik di atas semoga bisa berfaedah untuk kawan-kawan. Ingat, komunikasi adalah inti dari hidup kita. Konflik dimulai juga dari jenis dan teknis komunikasi yang kurang baik. Konflik diawali dari kesalahpahaman dalam berkomunikasi. Komunikasi yang baik dan efektif dapat meminimalkan terjadinya konflik.

Komunikasi digunakan untuk mentransfer, menyalurkan dan memindahkan jenis pengetahuan dan dari disiplin ilmu apapun. Walau pun kemampuan komunikasi sudah kita dapat by given, namun komunikasi tetaplah memerlukan keseriusan untuk mempelajari agar kemampuan komunikasi membaik dari waktu ke waktu. Menjadi komunikator yang baik sangat penting saat ini, apalagi kita hidup di era informasi tanpa batas yang memerlukan penyalur informasi ke segala arah. Komunikator yang baik akan mampu menjadi selang ilmu bagi orang-orang di sekitarnya. ITU! #ryanteguh

4 komentar:

  1. Komentar ini adalah sebuah manifestasi dari memenuhi janji, tapi bagaimana pun tulisannya sangat bermakna dengan beberapa poin komen yang bisa saya ketik-- (sekarang sudah mulai mengurangi kata ganti 'gue'--demi menjadi komunikator yang baik).
    1. Bagaimana jika orang yang berkomunikasi memiliki wajah lempeng, nggak ada ekspresi, dan lawan bicara kesulitan memaknai kondisi komunikator? Ini perlu menjadi tulisan tersendiri nampaknya Pak Dhe, supaya orang-orang lurus bisa sedikit bergelombang (uooopo).
    2. Posisi duduk (lagi-lagi saya membayangkan) bagaimana jika saya ngobrol via telpon? kan suka-suka mau duduk atau jungkir balik.. hehehehe, :p

    Bukan bermaksud membantah, sekedar saran untuk chapter selanjutnya..

    Bravo bravo bravo! you have X Factor to write, PBSK=pembaca bangga sama kamu, LOL

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wajah yang lempeng itu seharusnya perlu sedikit mendapat sentuhan agar bisa mengerti dan kemudian mengalami dinamika, sehingga orang yang diajak berinteraksi menjadi tetap stay awake dan tidak ketiduran.. (?)

      Kemudian, memang tulisan di atas hanya ditujukan untuk percakapan secara face to face. Kalau dikau sedang bertelepon, mau jungkir walik maupun sambil pacaran, yang terserah saja. Itu juga hidup kamu kok. Apa urusanku coba? *malah emosi*

      Hihihihi matur nuwun, ngapaker!! ^.^

      Hapus
  2. Tulisan ini bisa menjadi ajang narsis untukku loh Yan ;)
    Aku ini tipikal pendengar yang baik dan bijak. Tanya deh sama Fretty atau Rinald (Yak! Silahkan kalo ada yang mau mual2), aku juga sangat ekspresif walaupun sedang berbincang lewat teks. Nah jika face to face dan dalam posisi duduk, aku pasti duduk tegak dan tidak menyender sebagai isyarat aku tertarik dengan obrolannya.
    Lalu, kapan kita mengobrol langsung Yan? :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wis pernah ketemu karo dua manusia itu po Mbak? Hihi..

      Kuakui, walau aku manis, namun aku bukanlah pendengar yang baik, aku hanya seorang pecinta yang sederhana.. #uopooo..

      Matur nuwun, Mbake.. Salamku pada yang di Jawa Timur sana. Salam Asolole!!

      Hapus