(sumber gambar: media.viva.co.id) |
Media massa makin bergairah mengudarakan pernak-pernik yang
berkaitan dengan pemilihan umum 2014. Setiap hari kita disuguhi informasi
tentang event yang konon akan menjadi penentu nasib bangsa
tersebut. Pemilu menjadi objek bidik nan demikian sexy bagi
industri informasi.
Gelontoran informasi politik dengan jumlah masif mau
tidak mau harus kita konsumsi. Meski sudah menghindar, seolah mereka ingin
selalu mengejar. Wajah-wajah politikus lawas dan baru berlalu-lalang di hadapan
kita. Walau terkadang jengah, akhirnya terpaksa sedikit melirik untuk
sepintas mengakses wujud fisik dan isi pernyataan mereka.
Calon-calon presiden beramai-ramai menawarkan diri untuk menjadi
sosok penyelamat bangsa. Berbagai teknis dipakai agar khalayak terdedah
informasi tentang diri mereka. Tentu agar kelak mau berpihak dan memilih.
Peduli atau tidak, akhirnya kita akan menjadi pelaku dalam
perhelatan demokrasi tersebut. Masyarakat terpecah menjadi dua kubu. Kubu
yang antusias menyambut dan kubu apatis yang masa bodoh dengan thethek
mbengek Pemilu 2014. Saya masuk ke kubu tengah-tengah saja.
Dikatakan tertarik, tak begitu tertarik, dibilang tak tertarik, tapi kok ini
kenduri yang penting.
Salah satu hal yang membuat Pemilu 2014 menjadi menarik,
menurut saya adalah majunya Rhoma Irama menjadi capres. Pertama kali
terdengar wacana bahwa Bang Haji nyapres, publik terhenyak. Pun
demikian dengan saya. Bukan apa-apa, masalahnya Bang Haji ini salah satu idola
saya di dunia musik. Maka dari itu, saya perlu bersuara untuk sekadar
mengutarakan isi hati. Maka tulisan ini tak lebih dari sekadar suara hati
seorang penggemar.
Bang Haji merupakan sosok yang bisa dikatakan sebagai salah
satu artis paling tenar di Indonesia. Ayah dan Ibu saya bercerita,
dulu kala, tiap film yang dibintangi Bang Haji tayang, dapat dipastikan bioskop
dipenuhi penonton. Bertruk-truk penonton berduyun-duyun dari segenap penjuru
kota dan desa bergegas menyaksikan film yang dibintangi Bang Haji. Bang Haji
saat itu menjadi idola rakyat kebanyakan.
Saya menjadi pengagum Bang Haji karena ia seorang
musisi hebat. Bang Haji bukan sekadar musisi biasa, ia seorang maestro. Saya
sangat mengagumi lagu-lagu Soneta. Karena di samping secara substansi lirik
selalu mengundang ke arah hal yang ma’ruf, secara teknis
aransemen, rhytm dan melody, lagu-lagu Soneta
jelas merupakan karya seni yang dibuat dengan sangat serius dan jauh dari kata
sembarangan.
Isian melody gitar Bang Haji yang terpengaruh sound milik
Ritchie Blackmore (Deep Purple) di setiap lagunya selalu sukses berpadu lebur
dengan kendang, seruling dan brass section. Gitar headless merk
Steinberger berharga 20 juta rupiah yang dibelinya di Hongkong pada 1980 tak
pernah gagal menghasilkan nada-nada melodius yang membius. Lirik indah,
aransemen megah. Perpaduan maut yang selalu membuat saya tak henti berdecak.
Terlepas dari berbagai kontroversi tentang wanita-wanita
yang ada di sekelilingnya, Bang Haji adalah sosok yang kompleks, dalam
arti positif tentunya. Selain seorang yang bermain musik, ia adalah seorang
pujangga. Dengarkan dan hayati larik-larik lirik lagu gubahannya. Tak ada
susunan kata yang wagu dan terdengar dipaksakan. Semua
terdengar indah, pas dan pantas.
Ia adalah seorang “konduktor” bagi orkestra masyhur bernama Soneta.
Soneta konon berasal dari akronim Sondong Neglasari Tasikmalaya, asal Bang
Haji. Namun Bang Haji membantahnya bahwa Soneta adalah puisi empat belas larik
dari Eropa.
Ia adalah pemimpin yang sukses mewadahi sekumpulan
musisi hebat selama puluhan tahun tanpa gonta-ganti personel. Ia adalah seorang arranger yang
menata untaian not indah di tiap lagu bersama grupnya. Ia lead
guitarist yang mempesona. Ia juga seorang penyanyi hebat dan mitra
duet yang sangat baik bagi Elvi Sukaesih, Rita Sugiarto dan Noor Halimah. Ia
juga seorang muballigh dengan pengetahuan agama yang mumpuni.
Ia juga pioneer yang mengawinkan musik dangdut
dengan musik rock, orkestra dan musik tradisi India. Di tangannya, dangdut
terangkat derajatnya. Tak bisa dipungkiri, dangdut sejak dulu identik dengan
musik pinggiran yang hanya dinikmati oleh kaum marginal. Semenjak mendapat
sentuhan tangan dingin Bang Haji, dangdut menjadi musik yang merata dinikmati
oleh berbagai kalangan. Diperdengarkan mulai dari pojok gang becek sampai hall elite
hotel bintang lima. Dimainkan dari gerobak dorong sampai sound system mahal
teknologi mutakhir.
Suami Rikha Rachim ini adalah seorang politikus yang semasa
orde baru berafiliasi dengan Partai Persatuan Pembangunan lalu bergeser ke
Golkar. Sulit sekali mencari padanan tokoh bernama asli Oma Irama (RH
di depan Oma adalah kependekan dari Raden Haji) ini. Berapa musisi yang
meniru dan mengidentikkan diri dengan gaya Bang Haji. Salah satu yang terkenal
dan mengakuinya adalah Mara Karma.
Selain Slank dan Iwan Fals, Bang Haji adalah sedikit dari sekian
banyak penghibur tingkat nasional yang selalu sukses mengumpulkan massa dalam
jumlah besar di tiap konsernya. Bahkan terdapat hitungan berdasar jumlah album
yang terjual dan jumlah penonton filmnya, bahwa 10% dari rakyat Indonesia
adalah penggemar beliau. Bang Haji adalah magnet.
Musisi kelahiran Tasikmalaya 11 Desember 1946 ini termasuk ke
dalam The Immortals: 25 Artis Indonesia Terbesar Sepanjang Masa versi
Majalah Rolling Stone Indonesia rilisan November 2008. Bang Haji juga menjadi
kajian seorang doktor dari Ohio University, AS. Bang Haji adalah aset bangsa.
Bang Haji belakangan ini kembali menarik perhatian masyarakat
dengan manuvernya melempar pernyataan akan mencalonkan diri sebagai
presiden. Ia menampik bahwa itu adalah ambisi pribadinya. Ia berkilah
pencalonan itu kemauan pendukungnya dan disokong restu para habaib. Ia
diplot untuk memperbaiki bangsa yang sudah banyak penyakitnya ini.
Wacana itu akhirnya naik tingkat menjadi fakta. Dikabarkan, belum
lama ini Bang Haji sudah resmi mendeklarasikan diri sebagai capres lewat sebuah
acara di pondok pesantren Almanar Azhari, Limo Depok Jawa Barat. Partai
Kebangkitan Bangsa disebut-sebut menjadi kendaraan politiknya. Sampai tulisan
ini dibuat, kabar pendeklarasian diri Bang Haji belum ada kelanjutannya. Justru
PKB yang sedikit berubah haluan dengan berencana untuk menjaring capres melalui
jalur konvensi, layaknya Partai Demokrat.
Terlepas jadi atau tidaknya pencapresan Bang Haji, pro kontra terlanjur merebak.
Ada yang mencibir dan mati-matian menolak. Tapi tak sedikit pula yang
mendukung proyek pencalonan Bang Haji sebagai RI-1. Saya termasuk ke dalam kubu
yang tidak ingin beliau maju sebagai presiden.
Saya kurang setuju Bang Haji mencalonkan diri dan menjadi
presiden. Ini berdasar rasa ngeman saya sebagai penggemar ke
idola. Karena perasaan “sayang” kepada sosok yang dikagumi. Mencalonkan diri,
misal kemudian gagal, itu akan menorehkan semacam noda. Bang Haji dadi ora
kajen, menjadi “terhina”.
Jika saja Bang Haji menjadi presiden, bukan berarti akan mendapat
jaminan akan menuai keberpihakan dan opini positif dari publik. Konteks
Indonesia kekinian adalah bangsa yang mengagungkan demokrasi, namun kebablasan
dalam implementasinya. Lihat saja Pak SBY yang tak pernah jauh dari kritikan
tajam dan komentar bernada minor. Bayangkan, seorang presiden pernah diperolok
sebagai kerbau. Sungguh terlalu!
Bang Haji niscaya juga akan mendapat hal-hal seperti itu, dikuya-kuya dan
di-bully tiap hari oleh lawan politiknya dan publik yang tak
bersimpati dengannya. Kasihan Bang Haji. Membayangkannya saja aku tak berani.. (halah)
Dengan tanpa mengurangi rasa hormat atau meragukan kapabilitas
Bang Haji, sebagai penggemar, saya lebih ikhlas dan ridho rasanya, jika
Bang Haji tetap berada di jalur perjuangan sebelumnya. Saya tahu Bang Haji
mempunyai niat yang baik untuk membangun Indonesia. Namun, melalui dunia musik
dan dakwah, Bang Haji masih tetap dapat ikut mereparasi Indonesia..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar