Jumat, 29 November 2013

Bang Haji Rhoma, Aku Sayang Kamu..


(sumber gambar: media.viva.co.id)
Media massa makin bergairah mengudarakan pernak-pernik yang berkaitan dengan pemilihan umum 2014. Setiap hari kita disuguhi informasi tentang event yang konon akan menjadi penentu nasib bangsa tersebut. Pemilu menjadi objek bidik nan demikian sexy bagi industri informasi.
Gelontoran informasi politik dengan jumlah masif mau tidak mau harus kita konsumsi. Meski sudah menghindar, seolah mereka ingin selalu mengejar. Wajah-wajah politikus lawas dan baru berlalu-lalang di hadapan kita. Walau terkadang jengah, akhirnya terpaksa sedikit melirik untuk sepintas mengakses wujud fisik dan isi pernyataan mereka.
Calon-calon presiden beramai-ramai menawarkan diri untuk menjadi sosok penyelamat bangsa. Berbagai teknis dipakai agar khalayak terdedah informasi tentang diri mereka. Tentu agar kelak mau berpihak dan memilih.
Peduli atau tidak, akhirnya kita akan menjadi pelaku dalam perhelatan demokrasi tersebut. Masyarakat terpecah menjadi dua kubu. Kubu yang antusias menyambut dan kubu apatis yang masa bodoh dengan thethek mbengek Pemilu 2014. Saya masuk ke kubu tengah-tengah saja. Dikatakan tertarik, tak begitu tertarik, dibilang tak tertarik, tapi kok ini kenduri yang penting.
Salah satu hal yang membuat Pemilu 2014 menjadi menarik, menurut saya adalah majunya Rhoma Irama menjadi capres. Pertama kali terdengar wacana bahwa Bang Haji nyapres, publik terhenyak. Pun demikian dengan saya. Bukan apa-apa, masalahnya Bang Haji ini salah satu idola saya di dunia musik. Maka dari itu, saya perlu bersuara untuk sekadar mengutarakan isi hati. Maka tulisan ini tak lebih dari sekadar suara hati seorang penggemar.
Bang Haji merupakan sosok yang bisa dikatakan sebagai salah satu artis paling tenar di Indonesia. Ayah dan Ibu saya bercerita, dulu kala, tiap film yang dibintangi Bang Haji tayang, dapat dipastikan bioskop dipenuhi penonton. Bertruk-truk penonton berduyun-duyun dari segenap penjuru kota dan desa bergegas menyaksikan film yang dibintangi Bang Haji. Bang Haji saat itu menjadi idola rakyat kebanyakan.

Saya menjadi pengagum Bang Haji karena ia seorang musisi hebat. Bang Haji bukan sekadar musisi biasa, ia seorang maestro. Saya sangat mengagumi lagu-lagu Soneta. Karena di samping secara substansi lirik selalu mengundang ke arah hal yang ma’ruf, secara teknis aransemen, rhytm dan melody, lagu-lagu Soneta jelas merupakan karya seni yang dibuat dengan sangat serius dan jauh dari kata sembarangan.
Isian melody gitar Bang Haji yang terpengaruh sound milik Ritchie Blackmore (Deep Purple) di setiap lagunya selalu sukses berpadu lebur dengan kendang, seruling dan brass section. Gitar headless merk Steinberger berharga 20 juta rupiah yang dibelinya di Hongkong pada 1980 tak pernah gagal menghasilkan nada-nada melodius yang membius. Lirik indah, aransemen megah. Perpaduan maut yang selalu membuat saya tak henti berdecak.
Terlepas dari berbagai kontroversi tentang wanita-wanita yang ada di sekelilingnya, Bang Haji adalah sosok yang kompleks, dalam arti positif tentunya. Selain seorang yang bermain musik, ia adalah seorang pujangga. Dengarkan dan hayati larik-larik lirik lagu gubahannya. Tak ada susunan kata yang wagu dan terdengar dipaksakan. Semua terdengar indah, pas dan pantas.
Ia adalah seorang “konduktor” bagi orkestra masyhur bernama Soneta. Soneta konon berasal dari akronim Sondong Neglasari Tasikmalaya, asal Bang Haji. Namun Bang Haji membantahnya bahwa Soneta adalah puisi empat belas larik dari Eropa.
Ia adalah pemimpin yang sukses mewadahi sekumpulan musisi hebat selama puluhan tahun tanpa gonta-ganti personel. Ia adalah seorang arranger yang menata untaian not indah di tiap lagu bersama grupnya. Ia lead guitarist yang mempesona. Ia juga seorang penyanyi hebat dan mitra duet yang sangat baik bagi Elvi Sukaesih, Rita Sugiarto dan Noor Halimah. Ia juga seorang muballigh dengan pengetahuan agama yang mumpuni.
Ia juga pioneer yang mengawinkan musik dangdut dengan musik rock, orkestra dan musik tradisi India. Di tangannya, dangdut terangkat derajatnya. Tak bisa dipungkiri, dangdut sejak dulu identik dengan musik pinggiran yang hanya dinikmati oleh kaum marginal. Semenjak mendapat sentuhan tangan dingin Bang Haji, dangdut menjadi musik yang merata dinikmati oleh berbagai kalangan. Diperdengarkan mulai dari pojok gang becek sampai hall elite hotel bintang lima. Dimainkan dari gerobak dorong sampai sound system mahal teknologi mutakhir.
Suami Rikha Rachim ini adalah seorang politikus yang semasa orde baru berafiliasi dengan Partai Persatuan Pembangunan lalu bergeser ke Golkar. Sulit sekali mencari padanan tokoh bernama asli Oma Irama (RH di depan Oma adalah kependekan dari Raden Haji) ini. Berapa musisi yang meniru dan mengidentikkan diri dengan gaya Bang Haji. Salah satu yang terkenal dan mengakuinya adalah Mara Karma.
Selain Slank dan Iwan Fals, Bang Haji adalah sedikit dari sekian banyak penghibur tingkat nasional yang selalu sukses mengumpulkan massa dalam jumlah besar di tiap konsernya. Bahkan terdapat hitungan berdasar jumlah album yang terjual dan jumlah penonton filmnya, bahwa 10% dari rakyat Indonesia adalah penggemar beliau. Bang Haji adalah magnet.
Musisi kelahiran Tasikmalaya 11 Desember 1946 ini termasuk ke dalam The Immortals: 25 Artis Indonesia Terbesar Sepanjang Masa versi Majalah Rolling Stone Indonesia rilisan November 2008. Bang Haji juga menjadi kajian seorang doktor dari Ohio University, AS. Bang Haji adalah aset bangsa.
Bang Haji belakangan ini kembali menarik perhatian masyarakat dengan manuvernya melempar pernyataan akan mencalonkan diri sebagai presiden. Ia menampik bahwa itu adalah ambisi pribadinya. Ia berkilah pencalonan itu kemauan pendukungnya dan disokong restu para habaib. Ia diplot untuk memperbaiki bangsa yang sudah banyak penyakitnya ini.
Wacana itu akhirnya naik tingkat menjadi fakta. Dikabarkan, belum lama ini Bang Haji sudah resmi mendeklarasikan diri sebagai capres lewat sebuah acara di pondok pesantren Almanar Azhari, Limo Depok Jawa Barat. Partai Kebangkitan Bangsa disebut-sebut menjadi kendaraan politiknya. Sampai tulisan ini dibuat, kabar pendeklarasian diri Bang Haji belum ada kelanjutannya. Justru PKB yang sedikit berubah haluan dengan berencana untuk menjaring capres melalui jalur konvensi, layaknya Partai Demokrat.
Terlepas jadi atau tidaknya pencapresan Bang Haji, pro kontra terlanjur merebak. Ada yang mencibir dan mati-matian menolak. Tapi tak sedikit pula yang mendukung proyek pencalonan Bang Haji sebagai RI-1. Saya termasuk ke dalam kubu yang tidak ingin beliau maju sebagai presiden.
Saya kurang setuju Bang Haji mencalonkan diri dan menjadi presiden. Ini berdasar rasa ngeman saya sebagai penggemar ke idola. Karena perasaan “sayang” kepada sosok yang dikagumi. Mencalonkan diri, misal kemudian gagal, itu akan menorehkan semacam noda. Bang Haji dadi ora kajen, menjadi “terhina”.
Jika saja Bang Haji menjadi presiden, bukan berarti akan mendapat jaminan akan menuai keberpihakan dan opini positif dari publik. Konteks Indonesia kekinian adalah bangsa yang mengagungkan demokrasi, namun kebablasan dalam implementasinya. Lihat saja Pak SBY yang tak pernah jauh dari kritikan tajam dan komentar bernada minor. Bayangkan, seorang presiden pernah diperolok sebagai kerbau. Sungguh terlalu!
Bang Haji niscaya juga akan mendapat hal-hal seperti itu, dikuya-kuya dan di-bully tiap hari oleh lawan politiknya dan publik yang tak bersimpati dengannya. Kasihan Bang Haji. Membayangkannya saja aku tak berani.. (halah)
Dengan tanpa mengurangi rasa hormat atau meragukan kapabilitas Bang Haji, sebagai penggemar, saya lebih ikhlas dan ridho rasanya, jika Bang Haji tetap berada di jalur perjuangan sebelumnya. Saya tahu Bang Haji mempunyai niat yang baik untuk membangun Indonesia. Namun, melalui dunia musik dan dakwah, Bang Haji masih tetap dapat ikut mereparasi Indonesia..       


Tidak ada komentar:

Posting Komentar