Senin, 27 Juni 2016

Ayat Kehidupan Mas Krisno


[sumber gambar: bmw-motorrad.com]

Beberapa tahun yang lalu, sebuah kantor mengeluarkan kebijakan yang sangat mengejutkan. Sekian banyak karyawan yang sudah menjadi karyawan tetap, harus diseleksi ulang untuk kemudian diambil keputusan apakah mereka akan dipertahankan atau diberhentikan.
Singkat cerita, seleksi benar-benar dilaksanakan. Hasilnya berbunyi sangat sederhana, bertahan atau keluar. Namun rasanya sangat tidak sederhana bagi mereka para karyawan yang harus terpaksa pergi dari tempat mencari nafkah sekaligus tempat dimana digantungkan kebanggaan.
Satu dari beberapa karyawan yang harus diberhentikan adalah Mas Krisno. Ia sosok yang santun lagi berkinerja baik. Tidak mengira jika ia harus diberhentikan hanya karena tidak lolos seleksi.
***
Mungkin hampir sepuluh tahun kami tidak mendengar kabar dimana Mas Krisno. Hanya, pernah mampir kabar di telinga kami bahwa ia sudah mendapatkan pekerjaan baru di Jakarta sana. Selebihnya, bagaimana kabar Mas Krisno tidak secara persis dan rinci kami ketahui.
Belum lama ini saya sekeluarga bersama Bapak, Ibu, dan adik mengunjungi pusat perbelanjaan di Semarang. Saya dan Bapak harus naik ke lantai puncak untuk mengikuti sholat Jumat. Ya, pusat belanja itu menyediakan tempat yang cukup representatif untuk menghelat ibadah wajib mingguan itu. Usai menunaikan sholat, dua cowok kece ini harus mengantre untuk turun melalui lift bersama jamaah lainnya.
Tiba-tiba, seorang lelaki yang sejujurnya saya lupa siapa ia, menyapa Bapak. Bapak langsung ingat, namun saya yang terlalu banyak memikirkan nasib negara, belum bisa memanggil ingatan yang telah lama sirna. Akhirnya Bapak mengingatkan bahwa ialah Mas Krisno, tokoh utama tulisan kali ini.
Mas Krisno lalu terlibat pembicaraan akrab dengan Bapak. Terbahaslah kemudian tentang nasibnya sekarang. Ia telah mapan sebagai staf kementerian di Jakarta. Tidak berhenti di situ, rupanya ia juga telah menyelesaikan pendidikan masternya di negerinya Ibrahimovic. Mengagumkan.
***
Mas Krisno beberapa tahun lalu merasakan kepahitan yang demikian sangat hingga apabila ia menyumpahserapahi nasib pun kita akan memakluminya. Kedudukan pekerjaan bagi seorang lelaki tidak hanya sekadar sarana pemenuh kebutuhan, namun lebih dari itu, pekerjaan adalah harga diri.
Bayangkan bagaimana rasanya ketika pekerjaan yang telah bertahun diduduki tiba-tiba harus terlepas. Tidak ada hujan tiada angin, keadaan memaksa harus meninggalkan tempat sehari-hari berkarya mendayagunakan waktu, pikiran, dan tenaga. Jika sudah seperti itu, maka apalagi yang pantas disebut selain seburuk-buruk keadaan?
Sebagai manusia biasa, Mas Krisno di satu titik pasti akan berpikir bahwa fase itu adalah tahap yang sangat berat bagi dirinya. Namun ternyata, naskah takdir tak bisa kita intip barang selembar. Kita lihat, Mas Krisno sekarang adalah PNS Kementerian dengan gelar S2 yang didapatnya dari Eropa melalui mekanisme beasiswa.
PNS dan beasiswa adalah dua hal dengan kemungkinan sangat kecil, --untuk tidak dikatakan mustahil-- Mas Krisno rasakan jika ia tidak diberhentikan dari tempat kerjanya yang lama. Kepahitan, kesedihan, dan ratapan terhadap nasib sudah tuntas lunas dibayar oleh kesenangan yang sekarang Mas Krisno rasakan.
Keterbatasan indera tak akan mampu melihat apa yang ada di balik segala keburukan, pun kebaikan. Tuhan berfirman di Al Baqarah ayat 216: “……Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”



Tidak ada komentar:

Posting Komentar