Selasa, 12 Juli 2016

Ilmu Tahu Bulat Digoreng Dadakan


(sumber gambar: marketingdesk.com.au)

Tahu bulat menjadi makanan yang hits belakangan ini. Masyarakat ramai membicarakan dan membelinya. Mungkin pembeli penasaran dengan camilan ini karena ditempeli identitas bulat, lalu menganggapnya tahu spesies baru hasil rekayasa genetika dunia pertahuan.
Padahal, bagi saya, tahu bulat adalah tahu spesies usang yang sudah lahir sekitar tahun 2009-2010 di Bogor. Ya, saat saya berkuliah di sana, tahu bulat sudah dijual di pusat peradaban sekaligus sentra jajanan bagi mahasiswa IPB, Jalan Babakan Raya. Saat pertama kali dijual, tahu bulat (saat itu bernama tahu bulat Misihu) terbilang sangat laris. Sering terlihat mahasiswa mahasiswi menenteng plastik berisi bulatan gurih berbumbu asin pedas yang diberi irisan bambu sebagai alat untuk menujesnya. Seingat saya, tahu bulat terus eksis dijual sampai saya enyah dari Bogor akhir 2010.
Setelah pindah ke Yogya, rupanya tahu bulat masih mengintai kehidupan saya, ia seperti enggan mengalihkan perhatian. Seorang teman menjajakannya melalui media sosial. Tak selesai sampai di situ, di sebuah persimpangan jalan yang setiap pulang kerja saya lewati, ternyata ada pula yang menjualnya. Tahu bulat kembali ada di jangkauan penglihatan.
***
Memasuki awal 2016, tahu bulat lahir kembali. Ia tidak lagi dijual lewat online dan gerobak konvensional tepi jalan. Ia datang menjelajah pelosok kampung dan komplek perumahan dengan mobil pick-up dan menempeli benak kita dengan jingle berkekuatan magis maha dahsyat. Tak usah saya tuliskan bunyinya, semua penduduk alam semesta pasti sudah mengenalnya.
Dengan sarana mobil pick-up dan jingle, tahu bulat seperti baru saja mengalami reinkarnasi. Ia tampil dengan “bungkus” baru, sampai-sampai orang tersihir, membicarakan, dan membelinya beramai-ramai. Netizen menggunjingkan, meme muncul dimana-mana, pengembang aplikasi membuatkan game-nya, dan menjadi aplikasi yang banyak diunduh.
Melalui mobil pick-up sebagai tempat menggoreng dadakan dan jingle yang super, pemilik bisnis tahu bulat sedang menjalankan sistem marketing baru yang sensasional. Pencetus sistem marketing baru tahu bulat sebenarnya baru saja menghasilkan masterpiece dengan menemukan cara pemasaran yang orisinil nan brilian. Ilmu marketing dalam penjualan yang saripatinya bernama marketing mix (Product, Price, Place, Promotion), oleh pencetus sistem marketing baru tahu bulat berhasil diramu sedemikian rupa.
***
Dalam kisah produk lain, saya pernah merasa heran mengapa smartphone merk Samsung dan HTC kontras menghasilkan angka penjualan yang sungguh njomplang. Samsung menjadi pemimpin pasar smartphone dunia, sedangkan HTC terseok agar tidak semakin menurun penjualannya. Padahal, menurut preferensi pribadi --tentu dengan berbagai pertimbangan--, apabila disuruh memilih antara smartphone Samsung dan HTC, saya akan lebih memilih HTC.
Saya dilanda penasaran. Bagaimana bisa produk yang menurut subjektivitas saya lebih bagus justru sedang kesulitan menjual produknya, di sisi lain sang pesaing justru sedang tinggi-tingginya di singgasana market leader. Akhirnya saya menemukan jawabannya dalam sebuah ulasan. Sebabnya adalah, biaya marketing Samsung memiliki jumlah yang besarnya hampir lima kali lipat biaya marketing yang dianggarkan HTC (data Kantar Media tahun 2014). Lagi-lagi, the power of marketing berbicara.
***
Menurut bahasa saya, marketing sebenarnya tentang bagaimana melakukan penyelarasan kualitas produk dan “bungkusnya”. Produk dan “bungkus” tidak ada satu pun yang boleh diremehkan. Kedua hal itu secara seiring sejalan harus seimbang. Wajib hukumnya kualitas produk menjadi titik tekan, namun teknis mendandani wajib pula diseriusi.
Marketing tidak hanya menjadi monopoli barang dan jasa. Manusia secara personal seharusnya memahami arti penting marketing untuk mencapai keberhasilan hidup dunia akhirat. Dalam menjalani hidup ini, kita sebenarnya sedang melakukan proyek “menjual” diri, baik kepada sesama manusia maupun Tuhan, dan ilmu marketing dalam hal ini akan sangat berguna. Silakan me-marketing-kan diri dengan masing-masing formula, tentu perlu dipikirkan pula kompatibilitasnya.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar