Senin, 14 Mei 2018

Antara Jeneng dan Jenang: Studi Kasus Apple Inc. dan YouTuber

(sumber gambar: news.sky.com)

Sesaat sebelum tulisan ini mulai diketik, LG merilis smartphone flagship yang mereka beri nama LG G7 ThinQ. Karena menjadi lini produk andalan, LG G7 ThinQ otomatis diisi spesifikasi hardware dan software terbaik. Desain fisik pun tampil tipis lagi manis.
Tetapi, LG rupanya tidak berani tampil beda. LG memilih mengekor merk-merk lain yang akhir-akhir ini beramai-ramai merilis smartphone ber-notch. Terhitung, belasan merk menggantungkan nasib pada gawai (gadget) ber-notch. Mulai dari merk terkenal seperti Asus Zenfone 5, Huawei P20 Pro, Oppo F7, Vivo V9, sampai pada Xiaomi Mi7 yang akan dirilis pada 23 Mei mendatang. Merk antah berantah pun ikut-ikutan, sebut saja Ulefone T2 Pro, Leagoo S9, dan Doogee V.
Notch atau lekukan di sisi atas smartphone sebenarnya dibuat dalam rangka memaksimalkan desain layar penuh. Apabila desain smartphone terdahulu mengandalkan bezel di sisi atas gawai untuk menampung lensa kamera depan, speaker, dan sensor proximity, pada notch-lah semua printhilan itu sekarang ditempatkan.
Pertama kali, notch pada gawai dikenalkan oleh Apple melalui iPhone X. Saat awal muncul, desain iPhone X menjadi bahan tertawaan dan tak sedikit yang pesimis dengan angka penjualannya. Namun ternyata, desain itu menjadi panutan sekian banyak merk, pun angka penjualannya sangat tinggi (kuartal keempat 2017 mendapat 5,1% dari total market share).
Untuk diketahui, usai rilis P20 Pro, petinggi Huawei menyatakan Huawei sebenarnya sudah sejak lama merancang notch. Tetapi, mereka tidak cukup pede untuk menggunakannya. Senada dengan Huawei, Hwang Jeong-hwan (Chief of LG’s Mobile Division) juga mengaku telah merencanakan notch sebelum Apple, tetapi baru berani menggunakan notch pada LG G7 ThinQ yang rilis jauh setelah iPhone X.
Dari sana terbaca, betapa besar pengaruh Apple. Sampai-sampai merk sekelas Huawei dan LG baru mantap ber-notch setelah Apple merilisnya. Mereka seolah menunggu legitimasi Apple.
Saat ini, notch telah menjadi gaya baru desain smartphone. Merk lain seperti ngeri tak laku jika tidak ikuti trend. Dan, pihak yang patut membuat kita angkat topi lagi ialah Apple.
Perusahaan yang berpusat di Cupertino California itu bukan sekali ini menjadi trend setter. Satu dekade lalu, Apple merilis iPhone 3G dengan layar sentuh memenuhi wajah depan gawai, tanpa ada tombol numerik dan alfabet. Kontan saja, kritikus, pengamat, dan pesaing mengernyitkan dahi.
Mereka berkata, layar akan penuh dengan minyak wajah dan jemari pengguna. Tapi apa yang terjadi? iPhone 3G menjadi acuan baru desain smartphone yang bertahan sampai sekarang, dan ikut berandil besar menghancurkan hegemoni Nokia dan BlackBerry.
Belakangan, iPhone 7 hadir tanpa universal jack audio 3,5 mm. Lagi-lagi publik ternganga dan mempertanyakan pilihan Apple. Tanpa jack audio berarti akan menyulitkan pemakaian headset atau earphone, karena harus menambahkan konektor tipe baru.
Rupanya, Apple menghadirkan earphone AirPods nirkabel yang sungguh elegan. Walau nampak menyelesaikan masalah, publik masih saja rewel. Karena mereka harus keluar uang lagi untuk membelinya.
Kembali, walau di awal kemunculannya menjadi kontroversi, pilihan Apple menihilkan jack audio lagi-lagi menjadi trend. Terhitung Oppo, LeEco, Motorola, Xiaomi, Google, Essential, dan Sony Xperia melahirkan smartphone tanpa lubang jack audio.
***
Sudah beberapa tahun, televisi hanya sesekali saya saksikan. Praktis, mayoritas hiburan yang saya nikmati hanya berasal dari internet dan berbagai bahan bacaan. Televisi di tempat kami sekadar berfungsi untuk selingan dan kepentingan dekorasi ruangan.
Saya, sebagaimana generasi millenial lainnya, lebih mempercayakan kebutuhan hiburan audiovisual pada YouTube dan situs-situs daring lainnya. Saya gemar menonton beragam genre tayangan di YouTube. Dari sana, saya kemudian tahu betapa asyik kehidupan para YouTuber.
Bagaimana tidak asyik, dengan membuat video, mereka bisa mendapatkan penghasilan, popularitas, dan beragam privilege yang menggiurkan. YouTuber telah menjadi profesi idaman yang membuat orang berlomba menggapainya.
Satu contoh, reviewer gawai ternama akan mendapat akses istimewa saat sebuah brand merilis produk baru. Ia akan memperoleh unit smartphone review, dan itu berarti bisa menikmati produk lebih dulu dari orang kebanyakan. Ia juga kerap diundang ke acara launching di tempat-tempat yang mewah. Belum lagi ada perjanjian paid partnership dengan brand yang memilihnya.
Reviewer mobil juga menjalankan profesi yang membuat iri banyak orang. Setiap ada mobil lahir, ia menjadi prioritas untuk dihubungi demi hadiri launching yang seringkali di luar negeri. Ia juga dapat menikmati unit mobil review yang bisa dibawa pulang dan dikendarai layaknya mobil pribadi. Jangan dibayangkan unit review hanya mobil yang sering dijumpai di jalanan, mobil kelas premium seperti Lexus, Mercy seri S, Porsche, Lamborghini, dan merk mewah lain dapat ia nikmati pula.
***
Apple dan reviewer adalah studi kasus bagaimana seharusnya kita melangkah. Apple didirikan oleh Steve Wozniak dan Steve Jobs, dua orang yang sangat passionate pada bidang yang ditekuninya. Mereka berdua berangkat dari ketertarikan yang mendalam pada teknologi komputasi.
Karena ketertarikan, mereka tiada lelah terus menekuni. Karena tiada lelah dan tekun, Woz dan Jobs menjadi ahli di bidangnya. Lalu, sampailah bangunan yang mereka rintis menjadi salah satu merk termahal di dunia. Apple sukses menjadi simbol produk teknologi dengan jaminan mutu sekaligus bergengsi tinggi.
Tidak berbeda dengan Apple, YouTuber dengan subscriber dan viewer tinggi juga berawal dari semangat dan ketertarikan. Mereka mengaku, karena saking semangat dan tertarik pada bidangnya, sampai tidak terpikir bagaimana cara uang datang dan berapa yang akan terkumpul.
Nyatanya, setelah terus berkutat menekuni, sampai ahli dan bereputasi baik, produsen gawai ramai-ramai mengundangnya. Viewer datang dengan sendirinya. Iklan berlomba berpromosi. Dan lihat, uang berduyun-duyun memasuki rekening.
***
Dalam budaya Jawa, jeneng (nama) dimetaforakan sebagai reputasi dan rekam jejak. Sedangkan, jenang (bubur) disimbolkan sebagai materi seperti uang dan harta benda. Berkait dengan itu, sebagaimana diketahui, di jaman ini semua orang sedang berlari untuk menggapai uang agar terwujud semua keinginan materialnya.
Karena uang dijadikan tujuan, maka segala sumber daya dan cara akan dikerahkan untuk mendapatkannya. Uang dicari sampai bertukar posisi antara kepala dan kaki, sampai lupa waktu, dan lupa diri. Cara apapun tak peduli hina tak peduli kehalalannya, ditempuh juga.
Saat mengejar uang, keindahan di kanan kiri akan terlewat. Mengejar uang identik dengan ketergesaan. Sedangkan, ketergesaan merupakan sebuah kondisi yang jauh dari kebahagiaan.
Semua orang, tentu juga saya, salah paham terhadap posisi uang. Selama ini, uang dianggap sebagai tujuan yang harus diraih. Padahal, uang adalah sarana. Uang hanyalah sesuatu yang diperlukan untuk mendapat hal-hal yang lebih hakiki.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar