[Tweet saya tanggal 10 Juli 2018] |
Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada Kamis (19/7) merilis hasil survei yang
menyatakan Prabowo memimpin persentase calon wakil presiden yang paling tepat
mendampingi Jokowi. Prabowo mendapat 12,7%, paling tinggi di antara tokoh lain
seperti Anies Baswedan, Gatot Nurmantyo, AHY, dan Jusuf Kalla.
Hasil
survei LIPI bisa dikatakan sangat mengejutkan, mengingat Jokowi dan Prabowo
adalah dua tokoh yang berseberangan dan bersaing sejak pilpres 2014. Di pilpres
2019, sampai detik ini, mereka diproyeksikan tetap akan memperebutkan posisi RI
1.
Mengingat
dinamisnya dunia politik, hal yang seolah tampak mustahil bisa saja tiba-tiba
terjadi dan menjadi kenyataan. Demikian juga bersatunya Jokowi – Prabowo. Tema
ini akan sangat menarik kita tunggu perkembangannya.
***
Walau
mempunyai pilihan, saya pribadi tak pernah ikut dalam kubu Jokowi maupun
Prabowo. Oleh karenanya, saya tidak berkepentingan untuk mendukung salah satu
dari keduanya. Maka sejak jauh hari, sebelum LIPI merilis hasil survei, saya
telah berandai-andai Jokowi dan Prabowo akan berpasangan di pilpres. Jika
memang benar mereka dapat bersatu, maka akan melahirkan posibilitas yang patut
dikaji bersama.
Kemungkinan
pertama jika mereka bersatu, akan melahirkan pemandangan yang sangat elok bagi
Indonesia secara keseluruhan. Nuansa perpecahan yang muncul sejak pilpres 2014
niscaya akan luruh, berganti dengan harmonisnya kita sebagai bangsa.
Tidak
terbantahkan, pilpres 2014 yang hanya hadirkan dua pasang kontestan memunculkan
polarisasi yang belum sembuh hingga kini. Kubu-kubuan masih terasa dan terbaca
di perdebatan antar akun media sosial. Netizen mati-matian membela
masing-masing idolanya. Bermedia sosial menjadi hal yang tidak lagi sama sejak
saat itu.
Di
media sosial, dimana sebelumnya kita bisa bergaul secara virtual, saling
berbagi informasi, dan bertegur sapa, mulai 2014 menjadi bentuk yang
benar-benar berbeda. Di sana yang ada di tiap harinya selalu kebencian dan
saling serang. Saling caci dan fitnah tak terelakkan.
Di
dunia nyata pun setali tiga uang. Di antara saudara sekandung bermusuhan dan
tak bertegur sapa hanya karena berbeda pilihan. Bahkan terberitakan, sepasang
suami istri memilih berpisah.
Sungguh
mengerikan apa yang ditimbulkan kontestasi politik empat tahun lalu itu. Akal
sehat dan logika tidak mendapat tempat. Yang menjadi dasar hanya suka dan tidak
suka. Akhirnya yang timbul hanyalah permusuhan membabi buta.
Kedua,
yang mungkin terjadi ialah munculnya keterperangahan massal. Hal itu terutama
akan muncul dari pendukung kedua kubu. Mereka akan keki dan kaget setengah
mati. Merasa sudah demikian banyak yang dikorbankan demi masing-masing idola, lha kok ternyata justru mak bedunduk sang idola berangkulan
mesra sambil tertawa wqwqwq~
Sebenarnya,
para pendukung fanatik merupakan kumpulan yang tidak dilandasi pemahaman yang
matang dalam melihat dunia politik. Mereka terlalu lugu dengan menduga politik
sebagai hal yang dapat ditinjau secara hitam putih. Padahal, politik adalah seni
kemungkinan dimana apapun dapat terjadi dalam hitungan detik.
Dunia
politik menyediakan dinamika yang seringkali di luar perhitungan. Yang
sebelumnya tampak saling berseberangan, bisa saja kemudian berada dalam satu
naungan. Yang terlihat hangat tak terpisahkan, tahu-tahu pecah kongsi dan tak
mau berjumpa lagi. Tidak ada yang pasti dalam politik kecuali ketidakpastian
itu sendiri, begitu kata para bijak bestari.
Ketiga,
akan timbul kasak-kusuk terkait pembagian kekuasaan. Andai Prabowo berjodoh
dengan Jokowi, wacana tentang siapa menduduki apa akan memakan cukup banyak
energi dan waktu. Karena perjodohan berjalan dalam tempo yang tidak terlalu
lama, maka akan cukup menimbulkan kegaduhan perihal potongan roti yang akan
diberikan.
Jika
memang terjadi, semoga saja perhelatan antrean mencari bagian tidak terlalu
lama menyita perhatian. Semua demi agar roda pemerintahan segera berjalan.
Diharap kepentingan bangsa dan negara masih berada di atas segala-galanya.
Keempat,
yang patut ditunggu ialah siapa yang rela berbesar hati berada di luar lingkar
kekuasaan dan memposisikan diri sebagai oposisi jika Jokowi – Prabowo menang. Dengan
berpadunya Jokowi dan Prabowo, maka koalisi akan sangat gemuk sekaligus kuat. Minimal,
Gerindra akan bersatu bersama PDIP, Golkar, PKB, PAN, Nasdem, Hanura, PPP, PSI, dan
Perindo.
Tinggal
ditunggu saja manuver PKS dan Demokrat. Tetapi, menilik arah angin, nampaknya
PKS akan meninggalkan Gerindra dan memilih untuk membangun oposisi bersama
Demokrat. Kenapa Demokrat memilih menjadi oposisi?
Perkembangan
terakhir, SBY dan Prabowo telah bertemu. Pertemuan itu disinyalir membahas
peluang bersatunya Prabowo dan AHY. Nah, jika Prabowo berbelok ke Jokowi,
Demokrat tentu tak mau jatuh harga diri. Meski dengan berat hati, mereka akan
memilih tetap di luar kekuasaan dan bersatu bersama PKS serta beberapa partai
lain.
Lalu,
kenapa PKS diyakini akan meninggalkan Gerindra dan tidak ikut di dalam
kekuasaan yang sangat manis itu? Ah ya mosok tidak tahu xixixi~
***
Apapun
yang akan terjadi, yang pasti, apa yang tertampil melalui survei LIPI dapat
ditafsirkan sebagai adanya keinginan agar polarisasi yang selama ini terjadi di
kedua kubu dapat mencair. Dengan bersatunya Jokowi dan Prabowo akan membuat
nuansa perpecahan berubah menjadi atmosfer kebangsaan yang guyub.
Masyarakat
sudah lelah dengan segala keributan. Kita semua ingin agar semua berdiri
berdampingan dan berjalan beriringan, menatap masa depan Indonesia untuk
menjadi bangsa yang disegani di pergaulan internasional.
Jika
terus-terusan geger dan ribut urusan dalam negeri, lalu kapan kita berbarengan
membangun dan menggasak musuh-musuh dari luar. Kita hanya bisa berucap, semoga bapak
ibu yang terhormat di atas sana selalu meletakkan Indonesia di sudut hati
terdalamnya.
Casino City | Dr.MCD
BalasHapusDr.Mcd's casino offers a safe, 김포 출장마사지 secure gaming environment and 아산 출장안마 is backed by 세종특별자치 출장샵 our commitment to 화성 출장안마 creating one of our most trusted and trusted partners. 속초 출장안마 The