Sabtu, 21 Juli 2018

Narasi Tunggal dalam Edukasi dan Diseminasi Perpres TKA


Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) yang disahkan akhir Maret lalu, menjadi buah bibir hampir seluruh lapisan sosial masyarakat. Isu penggunaan TKA ramai diperbincangkan di beragam format media sosial dan muncul sebagai tajuk utama di media massa. 
Pengesahan perpres TKA di tahun politik mampu dimanfaatkan dengan baik oleh kalangan tertentu untuk menghangatkan atmosfir politik nasional. Padahal jika dicermati dengan baik, Perpres tersebut ditujukan untuk meningkatkan investasi dan perluasan kesempatan kerja. 
Meski demikian, perhatian masyarakat terhadap isu TKA merupakan hal positif dan bentuk nyata kepedulian masyarakat terhadap keberlangsungan pemerintahan. Namun kepedulian yang tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan kegaduhan yang mempengaruhi stabilitas ekonomi dan politik nasional. 
Dalam memberikan pemahaman yang utuh kepada masyarakat terkait Perpres TKA, tentu saja pemerintah harus memaksimalkan komunikasi dengan masyarakat melalui kanal-kanal komunikasi yang tersedia. Sehingga publik dapat mengetahui maksud dan tujuan disahkannya Perpres TKA dengan baik dan komprehensif. 
Sebenarnya pemerintah telah memiliki teknis yang baik dalam mengkomunikasikan setiap kebijakan dan agenda pembangunan nasional kepada publik. Teknis yang dinamakan narasi tunggal telah disampaikan oleh Presiden Jokowi saat memberikan arahan pada Pejabat Humas Kementerian, Lembaga, BUMN di Istana Bogor akhir 2017 lalu, (18/10/2017). 
Narasi tunggal, sebagaimana makna harfiahnya dapat diartikan sebagai satu kesepahaman yang sama atas suatu isu, tidak memiliki perbedaan substansi, dan didasari pada data yang akurat. Narasi tunggal dilaksanakan dengan semangat untuk mewujudkan komunikasi satu suara. Sehingga diharapkan tidak muncul lagi perbedaan substansi komunikasi pemerintah. Membangun narasi tunggal yang efektif memerlukan tahapan berurutan yang pada prinsipnya membutuhkan koordinasi antara kementerian/lembaga/daerah dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika.  
Berikut ini tahapan proses kerja humas pemerintah sebagaimana tercantum dalam Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Komunikasi Publik:
1) Kementerian/Lembaga/Daerah menyiapkan dan menyampaikan data beserta informasi terkait pelaksanaan  tugas dan fungsi kepada Kementerian Kominfo secara berkala.
2) Kementerian Kominfo melakukan kajian terhadap data dan informasi yang disampaikan oleh Kementerian/Lembaga/Daerah dan melakukan media monitoring serta menganalisis konten media terkait dengan kebijakan dan program pemerintah.
3) Kementerian Kominfo bersama Kementerian/Lembaga/Daerah mengoordinasikan perencanaan, penyiapan, dan pelaksanaan komunikasi publik terkait kebijakan dan program pemerintah.
4) Kementerian Kominfo menyusun narasi tunggal terkait dengan kebijakan dan program pemerintah kepada publik sesuai arahan presiden.
5) Kementerian/Lembaga/Daerah bersama Kementerian Kominfo melaksanakan diseminasi informasi publik yang telah disusun melalui saluran komunikasi yang tersedia.
6) Kementerian Kominfo melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan komunikasi publik secara berkala.
Ringkas kata, keenam tahapan proses di atas dapat dijelaskan sebagai rangkaian sekuensial yang mengandung proses pengolahan data, agenda setting, ekspresi konten, diseminasi, dan monitoring evaluasi. Sebagai suatu proses pengolahan komunikasi publik, rangkaian di atas secara teknis telah runut dan sistematis. Tinggal bagaimana sumber daya yang ada diarahkan dalam pengoperasian di lapangan. 
Dalam konteks Perpres No. 20 Tahun 2018, sejauh ini narasi tunggal telah beberapa kali dilaksanakan melalui media Twitter. Bahkan, rangkaian tweet tentang Perpres TKA dengan hashtag #TKATerkendali dan #PerpresTKAPenting berhasil menjadi trending topic secara organik. Keberhasilan narasi tunggal Perpres Penggunaan TKA dapat dicapai dengan melibatkan akun media sosial lintas kementerian dan Jejaring Informasi Ketenagakerjaan. 
Sepanjang penggunaannya sebagai mekanisme edukasi dan diseminasi Perpres TKA khususnya yang ditempuh via Twitter, narasi tunggal relatif berhasil. Paling tidak jika ditilik dari sisi terwujudnya koordinasi komunikasi yang baik di antara kementerian lintas sektor.
Sedangkan untuk mengukur keberhasilan dari sisi efektivitas, tentu diperlukan teknis khusus yang memerlukan sumber daya lebih. Maka, yang dapat dilakukan sementara ini adalah optimalisasi normative terhadap implementasi narasi tunggal. 
Pertama, intensitas narasi tunggal harus terus ditingkatkan. Jika diperlukan, konten narasi tunggal dapat dipublikasikan tidak hanya sekali waktu saja untuk memperluas jangkauan penerima dan pembaca narasi tunggal.
Kedua, narasi tunggal perlu melibatkan lebih banyak pihak. Sampai saat ini proses penyebaran narasi tunggal hanya melibatkan kalangan terbatas di lingkungan pemerintah baik pusat maupun daerah. Meski demikian, tidak menutup kemungkinan masyarakat umum dengan kesadarannya juga ikut menyebarkan konten secara mandiri untuk mendukung kinerja pemerintah. Intensitas interaksi sosial dan penyebaran informasi melalui media sosial semakin mendesak pemerintah untuk melibatkan seluruh lapisan sosial masyarakat di luar pemerintah untuk ikut andil dalam penyebaran konten narasi tunggal. 
Ketiga, narasi tunggal harus mengeksplore lebih jauh terkait kebijakan dan agenda pembangunan nasional di seluruh bidang. Sejauh pengamatan penulis, masih banyak program pemerintah yang belum disampaikan ke masyarakat melalui narasi tunggal. Hal ini akan mempengaruhi penilian publik terhadap pemerintah. Konten informasi maupun edukasi yang disampaikan melalui narasi tunggal akan memberikan pemahaman yang utuh kepada masyarakat dengan jangkauan pembaca yang semakin luas. Hal ini juga akan mengurangi porsi kesalahpahaman masyarakat dalam memahami atau menafsirkan kebijakan yang diambil oleh pemerintah. 
Perpres TKA merupakan contoh pemanfaatan isu yang mampu menggiring opini publik ke arah negatif dan membuat kegaduhan. Isu ini seolah memberikan kesan bahwa pemerintah lemah dan lengah dalam pengelolaan Tenaga Kerja Asing. Belakangan, DPR RI merespon isu TKA dengan mengambil anacang-ancang untuk membentuk Pansus guna membahas Perpres TKA dan kabar serbuan TKA ke Indonesia. Di sisi lain, Kemenaker RI dengan responsif menjawab melalui pembentukan Satgas demi meningkatkan pengawasan TKA. Namun peran pemerintah tentu tidak akan berjalan dengan baik tanpa dukungan semua pihak untuk mensukseskan agenda pembangunan nasional demi kesejahteraan bersama. 
Akhirnya, sebagai unsur pemerintah yang telah memiliki instrument edukasi-diseminasi bernama narasi tunggal, sudah selayaknya kita menguasai pengoperasiannya untuk kemudian menggunakan dengan sebaik-baiknya. Narasi tunggal bukanlah sesuatu berkekuatan magis yang dapat dengan sekejap mampu melahirkan keberhasilan dan perubahan. Oleh karena itu, diperlukan spirit jejaring dan kolaborasi banyak pihak. Evaluasi dan perbaikan secara berkala menjadi kunci keberhasilan narasi tunggal dalam menyampaikan informasi, edukasi, kebijakan, dan setiap agenda pembangunan nasional kepada masyarakat.

[Tulisan sebelumnya telah dimuat di Majalah MPower, Majalah Kementerian Ketenagakerjaan RI, Edisi Triwulan II 2018]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar